27.8 C
Jakarta
27.8 C
Jakarta
spot_img

AS HAPUS UTANG UNTUK KONSERVASI BUKAN HAL BARU : Zaman SBY Sudah Senilai US$70 Juta

Published:

Political Economy News & Talk | visibangsa.com – Jakarta, Skema penghapusan utang untuk konservasi alam atau DNS (debt for nature swap) sebenarnya bukan hal baru. Setelah Amerika Serikat mulai tahun 1998 memperkenalkan Undang-Undang Konservasi Hutan Tropis (TFCA) yang memungkinkan pertukaran hutang untuk lingkungan dengan negara-negara berkembang yang memiliki hutan tropis, ternyata telah dimanfaatkan pemerintahan SBY untuk memulai mengurangi jumlah utang Indonesia. Begini ceritanya:

Menteri Kehutanan RI waktu itu, MS Kaban selain lantang menyuarakan pernyataan perang terhadap sindikat illegal loging dan langkah strategis reforestation yang dikenal dengan programnya Kecil Menanam Dewasa Memanen (KMDM), juga aktif melakukan komunikasi komprehensif dukungan dunia untuk penyelamatan hutan dan lahan Indonesia ini, ke sejumlah negara-negara di Eropa, Amerika, Austalia maupun Asia.

Langkah anak buah SBY itu kemudian berbuah manis dan memang berhasil mencuri perhatian dunia, termasuk mendapatkan skema debt for nature swap – penghapusan untuk alam dari pemerintah Amerika Serikat.

“Hampir 20 juta dolar dari hutang Indonesia kepada Amerika Serikat dapat dialihkan untuk konservasi hutan tropis di bawah program hutang untuk lingkungan (debt for nature swap),” kata pihak Kedutaan Besar AS waktu itu Selasa, 3 Juli 2007 sebagaimana dilansir media Business Recorder – Pakistan, seraya menjelaskan bahwa Departemen Keuangan AS akan memberikan alokasi sementara sebesar 19,6 juta dolar yang akan dipertimbangkan dalam program ini.

“Ini adalah berita baik,” kata Menteri Kehutanan Indonesia, Malam Sambat Kaban, dalam kesempatan yang sama saat bertemu dengan pihak Kedubes AS. Dijelaskan pihak Kedubes AS waktu itu, setelah selesai penandatangan perjanjian, Indonesia akan memiliki salah satu program terbesar di bawah Undang-Undang Konservasi Hutan Tropis (TFCA).

Namun, baru pada Juni 2009, Amerika Serikat dan Indonesia sepakat untuk melakukan pertukaran utang itu, menjadikannya operasi TFCA yang ke-15 dan menjadi yang terbesar hingga saat ini.

Duta Besar AS untuk Indonesia, Cameron R. Hume, dan Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan, Rahmat Waluyanto, disaksikan oleh Menteri Kehutanan MS Kaban bersama-sama menandatangani pertukaran hutang untuk lingkungan (DNS) — perjanjian Undang-Undang Konservasi Hutan Tropis (TFCA) antara Amerika Serikat dan Indonesia untuk menyelamatkan hutan di Sumatera, Selasa 30 Juni 2009 di Manggala Wanabakti, Jakarta, sebagaimana dilansir portal resmi US Deprtement of State.

The Jakarta Post, Rabu 1 Juli 2009 menulis bahwa, pertukaran hutang pertama antara Amerika Serikat dan Indonesia ini dirancang sebagai pertukaran bilateral yang disubsidi, di mana pemerintah AS membebaskan Indonesia dari hutang sebesar $29,9 juta, dengan dukungan dari Conservation International dan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) masing-masing sebesar $1 juta.

Sebagai imbalannya, pemerintah Indonesia akan menyetor seluruh jumlah tersebut dalam dolar (bukan rupiah) dan menghormati jadwal pembayaran hutang asli tahun 2009-2016, ke dalam rekening terpisah dari mana transfer berkala dilakukan ke dana amanah yang dikelola oleh KEHATI. Setelah disetujui oleh komite pengawas, KEHATI kemudian akan memberikan hibah kepada LSM konservasi yang beroperasi di sejumlah ekosistem di Sumatera.

Indonesia dan Amerika Serikat menandatangani perjanjian pertukaran hutang untuk lingkungan (DNS), di mana AS akan mentransfer dana yang dibayarkan oleh pemerintah ke dana amanah untuk membiayai program konservasi hutan di Sumatera. Jumlah total dana, yang terakumulasi dari pokok hutang sebesar US$19,6 juta ditambah bunga selama delapan tahun dan ditambah dengan sumbangan dari LSM, akan mencapai US$30 juta.

LSM yang terlibat adalah Conservation International Foundation berbasis di AS dan Yayasan Kehati dari Indonesia, masing-masing berkontribusi sebesar $1 juta ke dana amanah. Dana ini akan digunakan untuk membiayai program konservasi di Taman Nasional Batang Gadis di Sumatera Utara, Taman Nasional Bukit Tigapuluh Provinsi Riau, dan Taman Nasional Way Kambas di Lampung.

“Konservasi tersebut akan mencakup total kawasan hutan seluas 7 juta hektar di ketiga wilayah tersebut. Ini juga akan mendukung konservasi spesies yang terancam punah seperti harimau Sumatra, orangutan, dan gajah,” kata Menteri Kehutanan M.S. Kaban.

Selain dengan pemerintah AS, tercatat Indonesia dan Jerman juga menyelesaikan dua pertukaran hutang untuk lingkungan pada Agustus 2006.

Kedua pertukaran ini melibatkan pembatalan sebesar €12,5 juta dan dana setara dalam mata uang lokal sebesar 50% dari pokok yang dihapuskan. €6,3 juta pertama dari dana yang dibebaskan akan digunakan untuk membentuk garis kredit bagi investasi dalam teknologi produksi ramah lingkungan oleh usaha mikro dan kecil dari tahun 2006 hingga 2010.

Sementara itu, €6,3 juta kedua akan dialokasikan untuk konservasi hutan hujan tropis di Sumatera dari tahun 2007 hingga 2009, melalui pengelolaan yang lebih baik dari taman nasional warisan dunia Kerinci Seblat, Gunung Leuser, dan Bukit Barisan.

Pada 24 Februari 2011 Pemerintah AS mengumumkan hibah pertama berdasarkan tahap pertama perjanjian dengan Indonesia. Lalu pada bulan September 2011, ditandatangani Kesepakatan TFCA kedua yang serupa mengikuti perjanjian sebelumnya.

Indonesia berkomitmen untuk mengalihkan $28,5 juta dari kewajiban yang dibatalkan selama 2011-2019 untuk pendanaan proyek konservasi di tiga kabupaten di Kalimantan. Kali ini, biaya keringanan hutang AS sebagian ditutupi oleh sumbangan $4 juta dari The Nature Conservancy (TNC) dan Yayasan World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia. KEHATI kembali ditunjuk sebagai administrator dana amanah dari pertukaran ini.

Pada 29 September 2014 portal resmi US Departement of State kembali mengumumkan Amerika Serikat menyumbang US$11.192.488, dan Yayasan Konservasi Internasional menambahkan US$559.624. Jumlah total ini membantu mengurangi US$12.684.814,60 dalam pembayaran pokok dan bunga yang terutang oleh Indonesia kepada pemerintah AS. Pembayaran yang dikurangi tersebut kemudian dialihkan untuk mendukung konservasi hutan tropis di Indonesia.

Dalam kurun waktu tahun 2009, 2011, dan 2014 di akhiir pemerintahan SBY, Indonesia memperoleh manfaat dari pertukaran utang untuk alam dengan Amerika Serikat secara kolektif menghasilkan hampir US$70 juta untuk pemulihan, konservasi, pengelolaan, dan pemanfaatan hutan tropis yang berkelanjutan.

Berselang 10 tahun kemudian pada 3 Juli 2024 di Washington, kembali pihak pemerintah Amerika Serikat, Republik Indonesia, dan empat lembaga swadaya masyarakat (LSM) (Conservation International (CI), The Nature Conservancy (TNC), Yayasan Konservasi Alam Nusantara, dan Yayasan Konservasi Cakrawala Indonesia) menandatangani perjanjian pertukaran utang dengan alam dan konservasi terumbu karang di bawah Undang-Undang Konservasi Hutan Tropis dan Terumbu Karang (TFCCA).

Setelah dilaksanakan dengn lancar, perjanjian tersebut akan mengurangi pembayaran utang Indonesia kepada Pemerintah Amerika Serikat sebesar $35 juta selama sembilan tahun ke depan. Sebagai imbalannya, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mendukung hibah dalam rangka melindungi dan memulihkan ekosistem terumbu karang negara tersebut melalui pembentukan dana konservasi.

Untuk diketahui, perjanjian baru AS-Indonesia ini menandai kesepakatan TFCCA ke-23 | red – dikutip dari berbaagai sumber.

Facebook Comments Box
spot_img

Related articles

Recent articles