Minggu, Desember 7, 2025

MS KABAN KUPAS FIQH BUZZER : Jangan Jadi Penyebar Kebohongan di Era Digital

Must Read

BERITA SOSIAL SPIRITUAL | VISIBANGSA.COM – Sabtu siang yang teduh (11/10/2025), di sebuah rumah di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, terasa hangat oleh suasana silaturahmi. Sejumlah jamaah pengajian alumni RISKA — Remaja Islam Sunda Kelapa angkatan 1981-1982 — duduk melingkar, menyimak uraian seorang tokoh yang mereka kenal baik: Dr. MS Kaban, mantan Menteri Kehutanan yang kini dikenal aktif berbicara dalam berbagai kajian sosial-politik bernuansa Islam.

Tema kali ini terdengar unik sekaligus relevan: “Buzzer dalam Perspektif Fiqh Kontemporer.” Bukan tentang hukum hutan atau politik nasional, tetapi tentang etika digital — dunia yang kini lebih ramai dari pasar, lebih gaduh dari mimbar.

Buzzer: dari “Dengung” ke Dunia Maya

Kaban memulai dengan menyinggung asal-usul istilah buzzer.
“Dulu ‘buzz’ itu artinya dengung lebah, suara yang berulang-ulang. Sekarang, ia jadi istilah untuk orang yang membuat ramai dunia maya. Buzzer bisa membawa kebaikan, tapi juga bisa menebar kebohongan,” ujarnya sambil tersenyum.

Dalam dunia digital, buzzer berperan membentuk opini publik, menyebarkan pesan, bahkan menentukan arah politik. Tetapi, kata Kaban, justru di situlah letak ujian moralnya.

“Kita sering lupa, setiap kata yang kita tulis di dunia maya itu juga akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat,” katanya menegaskan.

Etika Muslim di Dunia Digital

Mengutip ayat QS. Al-Hujurat [49]:6, Kaban mengingatkan pentingnya tabayyun — memeriksa kebenaran sebelum menyebarkan kabar.

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti…”

Ayat itu, katanya, menjadi fondasi etika bermedia sosial bagi setiap Muslim. “Kalau kita asal sebarkan berita tanpa tabayyun, kita bisa jatuh dalam dosa fitnah. Nabi pun bersabda, ‘Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam’,” ujarnya.

Menurut Kaban, banyak orang yang tidak sadar bahwa jejak digital adalah catatan amal. Cuitan, unggahan, komentar — semuanya bisa menjadi saksi di hadapan Allah. “Kalau buzzer itu menyebar kebaikan, ia akan dapat pahala. Tapi kalau buzzer itu menyebar kebohongan, maka ia jadi bagian dari kerusakan sosial, fasad,” tuturnya.

Buzzer dan Fiqh Kontemporer

Dalam kacamata fiqh, kata Kaban, buzzer bukan sesuatu yang otomatis haram. Ia adalah alat, netral secara hukum, tergantung pada niat dan isi pesannya.

“Kalau niatnya untuk amar ma’ruf nahi munkar, menyebarkan nilai kejujuran, dakwah, atau edukasi sosial, itu mulia. Tapi kalau dipakai untuk menjatuhkan orang lain, memelintir fakta, atau menciptakan opini palsu, maka itu jadi haram karena melanggar prinsip akhlak,” jelasnya.

Kaban menekankan pentingnya niat lillah dalam aktivitas komunikasi di era digital. “Kalau buzzer bekerja karena uang, tapi mengorbankan kebenaran, ia sedang menjual lidah dan jarinya kepada kebatilan,” katanya dengan nada tegas.

Dari Buzzer Politik ke Buzzer Kebaikan

Kaban lalu mengajak jamaah untuk merebut kembali makna buzzer ke arah yang positif. “Jangan jadi penyebar kebohongan. Jadilah buzzer kebaikan,” serunya.

Menurutnya, umat Islam seharusnya justru aktif menjadi penyebar nilai-nilai rahmatan lil ‘alamin di dunia maya — bukan ikut menambah kebisingan politik dan fitnah.

“Kalau ada yang bisa viral karena makian, kenapa kebaikan tidak bisa viral? Kalau buzzer bisa digerakkan untuk kepentingan dunia, kenapa kita tidak gerakkan untuk kepentingan akhirat?” tantangnya.

Dunia Maya, Ladang Amal Baru

Di akhir pengajian, Kaban menutup dengan pesan reflektif.
“Dunia digital ini adalah ladang amal baru. Setiap jempol yang menekan tombol kirim itu bisa menjadi sedekah, bisa juga menjadi dosa. Maka berhati-hatilah, sebab di zaman ini, kebohongan bisa tersebar lebih cepat daripada cahaya,” ujarnya pelan, membuat ruangan hening sejenak.

Suasana siang itu berubah syahdu. Di tengah deru lalu lintas Mampang yang tak pernah sepi, para alumni RISKA pulang membawa renungan: bahwa menjadi Muslim di era digital bukan hanya soal akhlak di dunia nyata, tetapi juga soal amanah di dunia maya.

Dan pesan MS Kaban terus terngiang: “Jangan jadi penyebar kebohongan. Jadilah buzzer kebaikan.” | red

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Latest News

SOAL PAJAK BERKEADILAN : Pemerintah Zalim Jika Abaikan Fatwa MUI

NEWS & TALKS | VISIBANGSA.COM - Fatwa terbaru Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai pajak berkeadilan mendapat sambutan hangat dari...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img