Minggu, November 16, 2025

PURBAYA EFFECT : Bahlil Ungkap Ada 45 Ribu Sumur Minyak Rakyat

Must Read

OPINI AHLI HUKUM | VISIBANGSA.COM – Di bawah bumi tanah negeri ini, ada 45 ribu sumur minyak tua yang belum mati. Namun hanya menunggu geliat negara membangunkannya.

Selama puluhan tahun, lubang-lubang minyak peninggalan zaman kolonial itu dibiarkan sepi, sementara kas negara mengocor-bocor untuk importasi BBM.

Kini data Kementerian ESDM a.k.a Menteri Bahlil membuktikan: potensi yang terkubur itu bisa menjadi bahan bakar bagi kebangkitan ekonomi baru.

Dan, tepat di tengah krisis energi global, satu nama menciptakan gelombang baru di meja fiskal: sebutlah efek Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan Republik Indonesia.

Ketika Fiskal Menjadi Senjata Energi

Purbaya tidak bicara lembut seperti teknokrat biasa. Dia tidak ingin uang negara mengendap di kas, menidurkan produktivitas. Purbaya yang saya baca, menginginkan empowering fiskal menjadi detonator energi nasional.

Konsep yang kini disebut banyak pengamat sebagai “Purbaya Effect” bukan sekadar jargon; namun jurus itu guncangan paradigma. Selama ini, APBN menenangkan pasar dan membayar bunga utang—sekarang, Purbaya mendorong agar setiap rupiah fiskal dipaksa rajin bekerja memompa sektor riil: sumur rakyat, kilang modular, dan blok minyak baru.

Dua Jantung Summatera yang Berdenyut

Sumatera Selatan adalah kerajaan tua minyak Indonesia. Di Musi Banyuasin, Prabumulih, hingga Banyuasin, ribuan sumur rakyat masih hidup seadanya. Jika pemerintah menyalakan 10 ribu di antaranya dengan dukungan Enhanced Oil Recovery (EOR) dan sistem off-take Pertamina, produksi tambahan bisa menembus 150 ribu barel per hari.

Potensi itu bukan angka kecil; itu adalah setara 20 persen defisit impor hari ini.

Sementara Sumatera Utara, dengan Langkat dan Pangkalan Brandan-cum-Pangkalan Susu sebagai poros, punya Kartu As: akses ke Selat Malaka. Kilang mini di sana akan memotong biaya distribusi, menjadikan Sumut hub energi mikro barat Indonesia.

Sumsel kuat di volume; Sumut unggul di logistik. Jika dua poros ini disinergikan, maka peta energi nasional akan berputar dari Jakarta ke Medan dan Palembang—ke akar bumi sendiri.

Fiskal Produktif, Uang Tak Tidur

Purbaya memutar arah arus kas negara: Yaitu dari uang tidur di bank menjadi fiskal produktif di lapangan. Yang mendorong skema: Dana bergulir energi rakyat bagi koperasi dan BUMD pengelola sumur tua; Juga, kredit fiskal ultra-mikro energi dengan jaminan aset produksi; Obligasi hijau energi untuk kilang modular di daerah; Joint Operating Scheme ESDM–Pertamina–Pemda agar rakyat jadi pemegang saham, bukan penonton.

Hal ini bukan sekadar kebijakan, ini pergeseran sejarah. Fiskal yang selama ini mengalir ke kertas kini menetes deras ke minyak, tanah, dan digiring menuju dompet rakyat.

Jalan Panjang ke OPEC

Jika ditanya: Apakah semua ini cukup untuk menjadikan Indonesia eksportir minyak lagi? Belum sekarang! Akan tetapi sangat dan sangat mungkin. Jika menggabungkan 45 ribu sumur tua yang dihidupkan, blok baru seperti Rokan, Warim, dan Masela, serta 3–4 kilang baru yang didorong fiskal Purbaya—maka produksi 1 juta barel per hari bisa dicapai dalam 7–10 tahun.

Hal itu bukan lagi mimpi nasional, melainkan strategi nasional. Dan ketika itu terjadi, Indonesia tidak lagi duduk di ruang OPEC sebagai mantan produser, tapi berdiri sebagai penentu harga regional.

Namun, Majelis Pembaca perlu tagu. Seperti dalam “mahzab” hukum Grishamian, cahaya selalu membawa bayangan. Di balik semua potensi cerah yang menggeliatkan fisjal hidup itu, ada mafia kuota impor, birokrat penakut, dan lobi gelap yang ingin status quo tetap hidup. Mereka seakan berbisik: “Jangan terburu-buru, risikonya besar.” Padahal, yang mereka takutkan bukan risiko fiskal, tapi hilangnya rente.

Maka ujian sebenarnya bagi Efek Purbaya bukan di angka APBN, tetapi di keberanian politik: apakah negara mau menanam uang di tanah rakyat sendiri?

Epilog: Minyak dan Martabat

Jika kebijakan ini berlanjut, 45 ribu sumur tua yang didata Menteri Bahlil akan menjadi simbol bahwa Indonesia masih punya tenaga untuk berdaulat energi dan berdiri di atas kakinya sendiri. Yang bukan sekadar minyak; ini martabat nasional yang kembali menetes dari berkah kekayaan bumi pertiwi.

Purbaya Yudhi Sadewa mungkin akan dikenang bukan sekadar Menteri Keuangan, akan tetapi arsitek fiskal energi rakyat. Dan jika sejarah berpihak, generasi berikutnya akan membaca bahwa pada satu masa—di antara krisis dan kebimbangan— ada seorang menteri yang memutuskan: “Kita tidak akan menunggu investor. Kita akan mengebor masa depan dan kedulatan migas kita sendiri.” Tabik..! | Penulis Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia, Sekjen PP IKA USU

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Latest News

BPJS Bukan Barang Dagangan..!

Dalam seting konspiratif ala novel-novel sohor Pak John Grisham, ancaman hukum jarang datang dari gedung pengadilan. Tapi sering datang...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img