Minggu, Desember 7, 2025

PERLU ALASAN BESAR DISEBALIK RUU PERAMPASAN ASET

Must Read

OPINI AHLI HUKUM | VISIBANGSA.COMTok, tok, tok..! DPR sudah mengetuk palu. RUU Perampasan Aset resmi masuk Prolegnas Prioritas 2025–2026. Kabar ini terdengar biasa, tetapi sesungguhnya bisa langkah luar biasa. Amba mencari Naskah Akademis dan draf RUU versi paling anyar ke sana ke mari, usai Paripurna DPR menyetujui.

Namun tersisa satu pertanyaannya dasar yang sederhana: aset apa yang mau kita rampas UU itu, nanti? Aset rumah mewah koruptor, timbunan uang kontan, aset mahal yang sudah dialihkan, atau hendak memulihkan kekayaan ekonomi bangsa? Atau pemulihan massif atas kisah sedih lenyapnya kekayaan ekonomi atas Hak Menguasai Negara?

Kalau hanya mengejar pencurian di atas Rp100 juta, (seperti batasan angka versi draf 2022 RUU Perampasan Aset yang beredar), sampai aset hang dipindahkan dari kerugian negara atas Keuangan Negara cq. APBN-cum-APBD, maka RUU bertitel “angker” itu akan majal -tumpul – sejak awal. Timpang sejak dirancang. Kalah isi dari nama. Untuk apa wewenang besar dari UU itu dipersiapkan?

Bukan hanya soal berapa besar nominalnya. Namun sasaran fokus kekayaan ekonomi negara yang mana yang hendak disasar dengan wewenang extra ordinary RUU “sensi” ini.

Sebab, kekayaan ekonomi negara yang lebih dan lebih amat besar, dan belum masuk neraca induk negara, adalah Kekayaan Ekonomi Hak Menguasai Negara (HMN): nilai tambang yang dikuras, hutan yang disulap jadi kebun, potensi migas yang dikandung alam bumi ibu pertiwi yang bocor ke kantong segelintir orang, aset HMN yang tak sempat dimonetisasi, dan kandungan terbukti migas luput klaim dari batasan dangkal UU Minyak dan Gas; pun triliunan satwa-ikan bahkan bermiliar-miliar ragam jenis kekayaan alam di lautan yang tak tercatat sebagai aset, yang alahai leluasa diembat hantu penjahat lautan.

Belum lagi “harta karun” lain-lain yang terpendam dalam wilayah absah NKRI yang jadi “mistery of capital“.

Kekayaan mana yang mau diselamatkan RUU Perampasan Aset itu?
Jawabnya, kekayaan Indonesia yang kaya raya itu, tentu!

“Kalau sumber daya alam dikelola dengan baik tanpa korupsi orang Indonesia itu akan mendapatkan uang minimal Rp 20 juta setiap bulan secara cuma-cuma,” pernah diujarkan Prof. Mahfud MD, dulu 6 Desember 2023.

Itu semua nilainya lebih dari skala beribu-ribu triliunan rupiah, jauh lebih besar daripada korupsi kasus per kasus menilep APBN juncto APBD.

Maka pertanyaan mendasar dan vulgar lebih dari hanya isu teknis proses legislasi ikhwal sinkronisasi hukum acara, yaitu: untuk alasan luar biasa apa Negara ini bergandeng jiwa-raga memperjuangkan RUU Perampasan Aset yang kini diprioritaskan?

Ketika jawaban itu ditemukan dan patut diperjuangkan sahih juga benar, maka argumentasi teknis legislasi, ruang lingkup substansi materi muatan, tergabung atau terpisah dari peradilan atas perbuatan asal atawa kausal perbuatan, solidnya sinkronisasi hukum acara, dan lainnya, sungguh bisa diatasi pan dirasionalisasi lebih mudah.

Menko Prof. Yusril Ihza Mahendra (YIM) yang mengingatkan bahwa hukum acara perampasan aset tak boleh menabrak KUHAP. Maka, dengan menemukan alasan luar biasa dan sahih mengapa perlu RUU “luar biasa” itu dibuat, maka soal yang disodorkan Prof. YIM itu bisa dijawab dan berargumentasi hukum lebih mudah karena menemukan titik temu utama: kepentingan besar ekonomi negara atas HMN.

Tersebab itu, jika pembahasan RUU Perampasan Aset ini menunggu pembahasan RKUHAP rampung, maka itu perlu diendapkan sebagai persoalan teknis-yuridis legislasi yang bisa dijawab dan cepat dingin.

Dengan cara menemukan jawaban untuk alasan luar biasa apa RUU Perampasan Aset ini ada, dan kini diprioritaskan Senayan.

Kembali kepada pertanyaan panasnya adalah untuk alasan besar apa kudu bersegera dan mematok Prolegnas Prioritas untuk RUU Perampasan Aset yang disodorkan sebagai Prolegnas DPR ?

Untuk menjawab kekosongan teknis yuridis? Atau lebih dari itu antisipasi cermat-jenius atas kondisi internal fiskal bangsa Indonesia dan alasan strategis yang berarsiran tebal dengan situasi politik global yang marak, katakanlah seperti kasus Nepal?

Persoalan klasik kita sibuk dengan prosedur, tatapi lupa pada substansi dan pencapaian misi. Kalau aset hanya bisa dirampas setelah ada vonis pidana, maka banyak yang lolos.

Berkaca Preseden Hukum
Kita sebenarnya sudah punya contoh. Perpres No. 5 Tahun 2025 memulihkan tanah negara untuk perkebunan. Negara berani merebut kembali aset dan menjadikannya produktif. Artinya: perampasan aset bisa dilakukan, bukan sekadar wacana.

Mengapa oh mengapa? Kini, negara kita direduksi jadi bendahara. Kaya sumber daya a.k.a Hak Menguasai Negara tetapi di neraca hanya tercatat APBN dan APBD. Hanya sebatas sebagai Keuangan Negara.

Padahal konstitusi bicara lebih: bumi, air, kekayaan alam dikuasai negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Inilah yang hilang. Kita perlu UU Kekayaan Ekonomi atas Hak Menguasai Negara

Maka dan maka, RUU Perampasan Aset atau nama dan sebutan lain nanti, seharusnya bukan hanya soal perampasan aset rumah mewah atau mobil sport, melainkan soal memulihkan kekayaan ekonomi bangsa yang bernama Kekayaan Nasional Hak Menguasai Negara.

Sebab itu, pengamanan sistemik-terintegrasi dimulai dari integrasi antara sumber daya alam, keuangan negara, dan sistem moneter adalah kunci.

Kalau ada Integrated Criminal Justice System maka analog itu kudu ada Integrated Economic Justice System. Saya sebut random sebagai trilogi Kekayaan Ekonomi Hak Menguasai Negara untuk Kesejahteraan Rakyat.

Epilog: Proklamasi Kedua
RUU Perampasan Aset butuh alasan luar biasa. Perlu legitimasi-cum- justifikasi: perang melawan pencurian Kekayaan Ekonomi atas Hak Menguasai Negara.

Tanpa itu, RUU Perampasan Aset itu hanya jadi kosmetik hukum memolekkan apa yang konvensional dan sudah ada.

Dengan tondi memulihkan aset nasional: Kekayaan Ekonomi Hak Menguasai Negara, maka ambisi-mulia mengajukan RUU Perampasan Aset sebagai prioritas bisa menjadi piagam proklamasi kedua—kemerdekaan ekonomi nasional.

Saya membayangkan Indonesia bisa cukup untuk sejahtera dengan kekayaan hutan dan minyak Sumatera plus Kalimantan saja. Belum lagi makin jaya dengan kekayaan Sulawesi, Jawa-Madura, dan Papua dan Maluku serta nusa tenggara raya, plus isi perairan dan kandungan muatan lautan di wilayah sah negeri kaya raya ini yang belum dipagari.

Bila Negara (didukung rakyat) berani melangkah dan berubah serta menegaskan legitimasi-justifikasi konstitusional itu, RUU ini bisa jadi tonggak sejarah: hukum yang bukan sekadar menjerat, tapi memulihkan.

Bukan sekadar melindungi APBN dan APBD, tapi mengembalikan kekayaan bangsa ke pangkuan rakyat. Menuju Indonesia sejahtera.
Tabik..! | Penulis Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI) – Sekjen PP IKA USU

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Latest News

SOAL PAJAK BERKEADILAN : Pemerintah Zalim Jika Abaikan Fatwa MUI

NEWS & TALKS | VISIBANGSA.COM - Fatwa terbaru Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai pajak berkeadilan mendapat sambutan hangat dari...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img