Minggu, November 16, 2025

Pangkalan Brandan Ditutup: Impor Minyak Membengkak, Negara Rugi Ratusan Triliun Rupiah

Must Read

Ketika 684 sumur di Langkat ditutup dan impor terus membengkak, publik bertanya: apakah kita benar-benar kekurangan minyak, atau kehilangan nurani dalam mengelolanya?

NEWS & TALKS | VISIBANGSA.COM – Di wajahnya terpancar nada getir yang sulit disembunyikan. Suaranya naik turun, seperti menahan amarah yang sudah lama mengendap.

“Sebagai anak Sumatera Utara, anak Langkat, ya saya ini penasaran,” ujar MS Kaban, Senin (6/10-2025) memulai percakapan dalam video pendek yang beredar di media sosial dengan nada yang sarat makna.

“Sebelum Indonesia merdeka, Pangkalan Brandan sudah menghasilkan minyak. Bahkan ikut membiayai perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Tapi kok sekarang ditutup? Kenapa bisa begitu?” imbuhnya.

Pertanyaan MS Kaban, pengamat kebijakan politik yang kerap tampil menjadi narasumber channel podcast JUST TALKS Jurnal Politik TV itu, serasa menggantung di udara, berat dan tajam.

Bagi masyarakat Langkat, nama Pangkalan Brandan bukan sekadar lokasi. Ia adalah sejarah dan kebanggaan, simbol bahwa bumi mereka pernah menjadi nadi energi negeri ini. Dari sinilah dulu minyak pertama kali disuling di tanah air — jauh sebelum Pertamina berdiri, jauh sebelum Indonesia mengenal istilah “ketahanan energi.”

Namun kini, di tengah deretan sumur tua yang terbengkalai, kebanggaan itu berganti dengan rasa kecewa. Dulu, ratusan sumur di Langkat hidup, bergeliat, sekarang tak kurang 684 sumur ditutup.

“Bayangkan, 684! Itu bukan sekadar angka, itu kehidupan yang mati perlahan. Mubazir, ya kan? Mubazir.” ujar mantan Menteri Kehutanan itu dengan mimik kecewa yang tak bisa disembunyikan.


Minyak yang Tak Lagi untuk Rakyat

Ironinya, di saat banyak sumur tua berhenti beroperasi, Indonesia justru semakin bergantung pada impor minyak.

“Kita ini asyik impor, impor, impor,” kata Kaban lagi di video singkatnya dengan nada skeptis.

Faktanya memang, minyak kita yang berkualitas bagus itu dijual keluar negeri, kemudian beli lagi (impor) yang lebih murah. Lalu diolah dan dijual pada rakyat di dalam negeri — ya pantas saja menurut Kaban minyak kita kualitasnya kalah sama produk asing seperti Vivo dan sebagainya.

Nada skeptisnya bukan tanpa alasan. Logika ekonomi itu terasa janggal di telinga banyak orang yang masih percaya pada potensi sumber daya negeri sendiri. Kalau memang minyak kita kualitasnya bagus, kenapa justru negara lain yang menikmatinya? Mengapa kita malah beli minyak yang lebih rendah mutunya?”

Di balik pertanyaan sederhana itu tersimpan dugaan kuat tentang kebijakan energi yang keliru — atau setidaknya, tidak berpihak pada kepentingan nasional.


Energi yang Hilang, Negara yang Rugi

Lelaki asal Langkat itu tak menutup keheranannya terhadap kondisi manajemen migas nasional. Ia menyinggung soal “pembenahan” organisasi pengelolaan minyak yang justru berujung pada angka kerugian besar.

“Lihat saja ujungnya,” ujarnya lirih tapi tegas. “Dari semua proses pembenahan itu, kok malah muncul angka kerugian negara sampai ratusan triliun? Ini kan jadi tanda tanya besar — apa sebenarnya yang terjadi?”

Pertanyaan itu, mungkin, mewakili suara banyak rakyat di daerah penghasil minyak: mengapa negeri kaya energi justru hidup dalam bayang-bayang impor dan kerugian?

Pangkalan Brandan pernah jadi kebanggaan nasional, bahkan dikenal sebagai “Bumi Minyak Indonesia”. Kini, yang tersisa hanya sumur-sumur tua dan nostalgia tentang masa ketika bumi Langkat ikut menyalakan lampu-lampu republik.

“Yang saya tahu,” ucap Kaban menutup pembicaraannya, “Pangkalan Brandan pernah jadi saksi lahirnya bangsa ini. Tapi sekarang, seolah dilupakan. Dan saya cuma ingin tahu: siapa yang mematikan denyut hidup dari tanah minyak itu?” | red. sumber JUST TALKS Jurnal Politik TV

- Advertisement -spot_img

2 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img
Latest News

BPJS Bukan Barang Dagangan..!

Dalam seting konspiratif ala novel-novel sohor Pak John Grisham, ancaman hukum jarang datang dari gedung pengadilan. Tapi sering datang...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img