Minggu, November 16, 2025

Membaca Ruh Spiritual Pikiran Rokhmin Dahuri

Must Read

Siang itu, di tengah hiruk kesibukan ibukota, Profesor Rokhmin Dahuri ditemani koleganya Dirut PT Balai Pustaka Dr. Ahmad Fachroji dan Pakar Kebijakan Politik Dr. MS Kaban terlibat perbincangan hangat di ruang rapat Gedung Balai Pustaka yang tenang itu.

FEATURE OPINION | VISIBANGSA.COM – Berkesempatan ikut menyimak obrolan para pakar, Sabtu (10/10-2025) di Ruang Rapat Balai Pustaka di Kawasan Matraman Jakarta, yang isinya “daging semua” itu, tentu sebuah anugrah yang tak terperikan.

Ya, di sela-sela jadwal akademik dan tanggung jawab publik masing-masing yang padat, mereka bertiga masih menyempatkan diri bersama sejumlah tokoh dari berbagai latar belakang profesi dan keilmuan bertekad menghadirkan sebuah aktifitas yang mereka namakan Forum Kepakaran Indonesia.

Lebih luar biasa lagi, Prof. Dr. Rokhmin Dahuri memberi saya dua buah buku salah satunya : The Quest for Happiness. Nah, soal isi buku ini yang justru lebih menarik buat saya.

Meski belum selesai membaca seluruh buku ini, saya berkesimpulan, “ini bukan sekadar buku..!” Melainkan refleksi panjang tentang perjalanan batin seorang politisi yang menapaki jalan hidup dengan dua kaki: ilmu dan iman.

“Sikap orang dalam menghadapi ujian bukan ditentukan oleh besar kecilnya ujian,” tulis Rokhmin di bagian awal bukunya. Tetapi ditentukan oleh keyakinan, prinsip hidup, dan kualitas diri.

Kalimat itu seolah menjadi kunci untuk memahami seluruh ruh spiritual pemikirannya—tentang bagaimana manusia mencari makna hidup di tengah hiruk pikuk dunia modern yang sering membingungkan.

Ruh di Balik Pencarian

Sebagai guru besar, politisi, sekaligus komunikator yang kerap menyuarakan tuntutan rakyat banyak, Rokhmin Dahuri menyadari bahwa setiap manusia pada dasarnya sedang melakukan perjalanan yang sama: mencari kebahagiaan. Namun, ia menegaskan, banyak orang tersesat karena salah memaknai arah perjalanan itu.

“Umumnya tujuan manusia di dunia ini yaitu mencari, mendambakan dan menggapai sukses dan bahagia,” tulisnya. Tapi, lanjutnya, perbedaan terletak pada bagaimana setiap orang mendefinisikan bahagia. Sebagian menaruhnya pada harta, sebagian pada jabatan, sebagian lagi pada pengakuan. Namun sejatinya, kebahagiaan bukanlah hasil dari tumpukan pencapaian, melainkan buah dari hati yang tenang dan iman yang kokoh.

Dalam bukunya Alumni HMI Cabang Bogor itu mengajak pembaca untuk memandang ujian hidup sebagai bagian dari rencana Ilahi. Ia menulis, banyak orang diberi ujian kecil tapi bersikap berlebihan, sementara ada pula yang diberi beban berat namun tetap tenang. Kuncinya, kata dia, ada pada kecerdasan spiritual: kemampuan mengambil pelajaran dari setiap peristiwa.

“Semakin cerdas seseorang mengambil pelajaran,” tulisnya, “maka ia akan semakin siap menghadapi masalah.” Dalam pandangan Rokhmin, ujian bukan untuk melemahkan, melainkan untuk menaikkan derajat manusia di hadapan Tuhan.

Menjaga Iman, Menjaga Diri

Rokhmin mengajak pembacanya melihat satu hal penting: manusia sering kali terlalu ketat menjaga harta, tapi lalai menjaga iman. Padahal, iman adalah sumber utama kebahagiaan. “Banyak yang dapat kita lakukan untuk menjaga keimanan,” tulisnya, semisal selalu berbuat baik, memberi manfaat bagi orang lain, mengkaji ilmu, menyibukkan diri dalam majelis ilmu, bergaul dengan orang-orang shalih, dan beribadah sesuai syariat.

Iman yang terjaga, menurutnya, adalah benteng dari keserakahan dunia. Ia membuat seseorang tetap jernih di tengah godaan, tetap lembut di tengah kemarahan, dan tetap teguh di tengah kesulitan.

Antara Kerja dan Keberkahan

Sebagai ekonom kelautan dan mantan menteri, Rokhmin tentu memahami arti penting kerja keras. Tapi di balik itu, ia menegaskan batas moral yang tak boleh dilanggar: kehalalan. “Bekerja untuk memenuhi segala kebutuhan adalah keharusan,” tulisnya.

“Tetapi itu tidak berarti membuat kita melakukan segala cara, termasuk yang diharamkan. Karena segala sesuatu yang datang dari hal yang haram, maka itu diharamkan,” tegasnya.

Pesan itu terasa sederhana, tapi relevan di tengah budaya instan dan ambisi tanpa etika. Dalam pemikiran Rokhmin, kerja bukan hanya soal mencari rezeki, melainkan cara menjemput keberkahan.

Pada akhirnya, Rokhmin memandang kebahagiaan bukan sebagai tujuan akhir, melainkan perjalanan yang terus berlanjut. Setiap hari, manusia diuji untuk belajar tentang kesabaran, ketulusan, dan keikhlasan.

Kebahagiaan sejati, katanya, adalah saat seseorang mampu melihat setiap ujian sebagai pesan Tuhan, setiap kesulitan sebagai jalan menuju kedewasaan, dan setiap keberhasilan sebagai amanah untuk memberi manfaat.

Seperti halnya yang terjadi ruang rapat Balai Pustaka itu, di antara catatan ilmiah dan ayat-ayat suci, Rokhmin Dahuri dalam bukunya menulis bukan hanya dengan pena seorang profesor, tetapi dengan hati seorang pencari Tuhan. Dan dari setiap kata dalam The Quest for Happiness, kita diajak merenung: bahwa kebahagiaan hakiki tak pernah jauh—ia tinggal di hati yang bersyukur dan pikiran yang ridha. | Penulis Host JUST TALKS Jurnal Politik TV

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Latest News

BPJS Bukan Barang Dagangan..!

Dalam seting konspiratif ala novel-novel sohor Pak John Grisham, ancaman hukum jarang datang dari gedung pengadilan. Tapi sering datang...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img